Senin, 10 April 2017

الإِسْلاَمُ

Secara etimologi, Islam berarti tunduk dan menyerah sepenuhnya pada Allah عزوجل. Secara terminologi Islam adalah:
الاستسلام لله بالتوحيد والانقياد له بالطاعة والبراءة من الشرك وأهله
"Islam adalah patuh dan tunduk kepada Allah dengan cara mentauhidkan-Nya, tunduk kepada-Nya dengan ketaatan, dan membebaskan diri dari kemusyrikan dan orang yang berbuat syirik." (Tsalatsil Ushul).
الاستسلام
Menurut bahasa artinya الانقياد, yaitu patuh dan tunduk. Sedangkan menurut syariat, Islam adalah menampakkan ketundukan dan memperlihatkan syariat serta berpegang teguh dengan apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam yang dengan hal tersebut terpeliharalah darah dan tercegah dari segala hal yang dibenci.
Dalam hadits di atas, kekasih Rabb semesta alam-Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam mendefinisikan Islam dengan amalan-amalan anggota badan yang tampak berupa perkataan dan perbuatan. Mengucapkan dua kalimat syahadat adalah perbuatan lisan, shalat dan puasa adalah perbuatan badan (tubuh), zakat adalah amalan pada harta, dan haji adalah amalan pada badan dan harta.
Islam adalah agama yang dilandaskan atas lima dasar, yaitu:
1. Mengucapkan dua kalimat Syahadat:
أشهد أن لا إله إله إلا الله و أشهد أن محمدارسول الله
Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah
2. Menunaikan shalat wajib pada waktunya, dengan memenuhi syarat, rukun dan memperhatikan adab dan hal-hal yang wajib dan sunnah.
3. Mengeluarkan zakat
4. Puasa di bulan Ramadhan
5. Haji sekali seumur hidup bagi yang mampu, mempunyai biaya untuk pergi ke tanah suci dan mampu memenuhi kebutuhan keluarga yang ditinggalkan.

Minggu, 09 April 2017

Macam-Macam Air

Air yang boleh digunakan untuk bersuci ada tujuh, yaitu:
1. air hujan
2. air laut
3. air sungai
4. air sumur
5. air mata air
6. air salju
7. dan air embun

Senin, 03 April 2017

Ketundukan Umar bin Al-Khathab Kepada Kebenaran

Salah satu hikayat tentang ketundukan Umar bin Al Khathab kepada kebenaran, bahwa ketika menjadi khalifa, dia mengeluarkan keputusan dengan menentukan harga mahar agar tidak dipermahal. Dengan demikian, urusan pernikahan menjadi mudah, meringankan beban para pemuda dan pemudi untuk membangun mahligai rumah tangga. Hal ini juga akan berpengaruh positif kepada kehidupan sosial masyarakat yang dipimpinnya. Umar berkhutbah di hadapan kaum muslim dan menyampaikan pandangannya tentang mahar. Dia tentu punya alasan yang benar dan tepat untuk itu. tetapi tiba-tiba seorang wanita berkata kepadanya, "Bukan demikian wahai Umar,  sebab Allah سبحانه وتعالى berfirman,
 وَّاٰتَيْتُمْ اِحْدٰٮهُنَّ قِنْطَارًا
"Sedang kamu memberikan kepada seorang di antara mereka harta yang banyak." (An-Nisa': 20).
Umar lalu berkata, "Seorang wanita telah mendebat Umar, wanita itu benar dan laki-laki ini (Umar)  berada dalam posisi yang salah."
Seandainya Umar bin Al-Khathab tidak memiliki fitrah suci untuk kembali kepada kebenaran maka ia pasti berupaya menemukan alasan-alasan fikih yang bisa menguatkan pandangannya sekaligus membantah pandangan wanita itu. Akan tetapi, hal itu tidak terjadi, Umar tidak merasa gengsi untuk mengumumkan kepada masyarakat luas bahwa dia bersedia mencabut perkataannya dan kembali kepada kebenaran. Dia tidak sungkan dan merasa beban, malu atau minder pada saat dirinya melakukan itu (Al-Akhlaq Al-Islamiyah wa Asasuha).

Sumber:
Adabus Salaf fi At-Ta'amul ma'a An-Nas